• Coaching

    Coaching adalah kegiatan percakapan yang menstimulasi pemikiran coachee dan memberdayakan potensi coachee. Dalam proses coaching, ada seorang coach yang berperan sebagai pemberi manfaat dan pelaksana kegiatan coaching. Sedangkan coachee merupakan penerima manfaat kegiatan coachingDalam konteks pendidikan di sekolah, coaching menjadi bagian penting dalam upaya optimalisasi potensi guru maupun murid. Guru harus dapat berperan sebagai coach, baik bagi rekan sejawat maupun murid.  

    Menurut Ki Hadjar Dewantara, tujuan pendidikan adalah menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Dalam hal ini, sebagai seorang coach, guru harus mampu menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) murid agar murid dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Murid diberi kebebasan namun guru memberi tuntunan dan arahan agar murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.

    Proses coaching memiliki peran penting di dalam mengaktivasi kerja otak, meningkatkan kemampuan metakognisi, dan daya berpikir kritis murid. Selain itu coaching merupakan bentuk penerapan semboyan “Tut Wuri Handayani” dimana sebagai coach, guru bertugas sebagai pendorong murid di dalam menemukan kekuatan kodratnya dengan penuh cinta dan rasa persaudaraan.

    Ada empat aspek komunikasi yang harus diperhatikan oleh seorang coach, yaitu komunikasi asertif, pendengar aktif, bertanya efektif, dan umpan balik positif. Selain itu, seorang coach juga harus melihat usia coacheeCoachee harus dapat menyesuaikan pola perlakuan terhadap coachee sesuai dengan usia karena perbedaan usia mempengaruhi cara berpikir coachee.

    Sebagai langkah penerapan coachingcoach dapat menggunakan model TIRTA (Tujuan, Identifikasi, Rencana aksi, TAnggung jawab). Istilah TIRTA diambil dari bahasa sanskerta yang berarti “air”. Filosofi “air” yaitu mengalir yang artinya seorang coach dapat mengarahkan coachee seperti halnya air yang mengalir, tanpa beban dan paksaan. Coachee diibaratkan sebagai air, sedangkan coach bertugas untuk memastikan agar air dapat mengalir tanpa sumbatan.

    Dalam menerapkan model TIRTA, seorang coach mengajak coachee berdialog secara santai dari hati ke hati. Setelah itu coach dapat memulai pembicaraan dengan menanyakan tujuan dari dialog yang dilakukan. Coach harus dapat menjadi pendengar aktif dan memberi pertanyaan-pertanyaan yang efektif kepada coachee sehingga proses identifikasi permasalahan dapat dilakukan dengan tepat.

    Jika masalah telah teridentifikasi, coach mengarahkan coachee untuk menemukan solusi dari permasalahannya dan mengajak coachee untuk membuat rencana aksi. Setelah rencana aksi dibuat, coachee harus membuat komitmen terhadap pelaksanaan aksi nyata dari rencana yang sudah dibuat. Aksi nyata dan komitmen yang dilakukan oleh coachee merupakan bentuk tanggung jawab yang pelaksanaannya akan tetap dimonitor oleh coach.

    Sumber: Modul 2.3. Coaching - Pendidikan Guru Penggerak (PGP) Angkatan 2





  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
A highly motivated learner